Dynamic Camouflage Text Generator at TextSpace.net

Style_1
(Background)
Style_2
(Font Colour)
Style_3
(Font Face - Font Size)

Minggu, 14 Februari 2021

Strategi Pencegahan Kejahatan 1

Trilogi Kejahatan

Kejahatan atau Kriminalitas (Crime) adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakikatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Kejahatan dalam arti luas menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma agama, norma moral, norma sosial dan norma hukum.

Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dipertanggungjawabkan aparat pemerintah untuk menegakkannya terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak ikut memperhatikan masalah ini. Terlebih lagi menurut asumsi umum serta beberapa hasil pengamatan dan penelitian berbagai pihak, terdapat kecenderungan perkembangan peningkatan dari bentuk dan jenis kejahatan tertentu, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

Definisi Kejahatan

Kejahatan (Crime) merupakan bagian yang inherent dan selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sosiolog Emille Durkheim, kejahatan itu normal ada di semua masyarakat dan hampir tidak mungkin menghilangkan kejahatan dalam masyarakat. Kejahatan memiliki fungsi dan disfungsi dalam masyarakat. Kejahatan bersifat disfungsi karena memberikan efek yang merusak terhadap tatanan sosial, menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan serta menambah beban ekonomi yang besar bagi masyarakat. Selain bersifat disfungsi, kejahatan juga dapat memberikan efek positif bagi pembangunan fungsi sosial. Kejahatan dapat menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok, memunculkan norma-norma atau aturan yang mampu mengatur masyarakat serta mampu memperkuat penegakkan hukum, serta menambah kekuatan fisik atau organisasi untuk memberantas kejahatan (Emille Durkheim, 1933).

Menurut Robert L. O’Block menyatakan bahwa kejahatan adalah masalah sosial, maka usaha pencegahan kejahatan yang merupakan usaha yang melibatkan berbagai pihak. Bahwa konsep pencegahan kejahatan (Crime Prevention) menurut The National Crime Prevention Institute is defines crime prevention as the anticipation, recognition and appraisal of a crime risk and the initiation of some action to remove or reduce it. Definisi pencegahan kejahatan adalah proses antisipasi, identifikasi dan estimasi resiko akan terjadinya kejahatan dan melakukan inisiasi atau sejumlah tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan.

Sedangkan menurut Venstermark dan Blauvelt mempunyai definisi lain tentang konsep pencegahan kejahatan yaitu crime prevention means, practically reducing the probality criminalactivity, yang artinya pencegahan kejahatan berarti mengurangi kemungkinan atas terjadinya aksi kejahatan.

Kemudian Fisher juga mengemukan pendapatnya yaitu to determind the amount of force a security officer may use to prevent crime, the court have consider circumstances, the seriousness of the crime prevented and the possibility of preventing the crime by other means. (Untuk menentukan jumlah kekuatan petugas pengamanan yang dapat digunakan untuk mencegah kejahatan, pengelola mempertimbangkan keadaan, keseriusan mencegah kejahatan dan kemungkinan mencegah kejahatan dengan cara lain). Untuk memahami konsep dari pencegahan kejahatan, kita tidak boleh terjebak pada makna kejahatannya, melainkan pada kata pencegahan.

Freeman (1992) mencoba mengupas konsep dari pencegahan (Prevention) dengan memecah katanya menjadi dua bagian, yaitu prediksi (Prediction) dan intervensi (Intervention). Hal ini dapat dikatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sesuatu tindak kejahatan, yang pertama sekali harus dilakukan adalah memprediksi kemungkinan dari tempat dan waktu terjadinya, dan kemudian menerapkan intervensi yang tepat pada titik perkiraannya (Daniel Gilling, 1997: 2).

Pada dasarnya, pencegahan kejahatan tidak memiliki definisi baku, namun inti dari pencegahan kejahatan adalah untuk menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Seperti Ekblom (2005:28) menyatakan bahwa pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadinya dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu. Definisi ini dialamatkan pada kejahatan dan dampaknya terhadap baik individu maupun masyarakat.

Sedangkan Steven P. Lab memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu pencegahan kejahatan sebagai suatu upaya yang memerlukan tindakan apapun yang dirancang untuk mengurangi tingkat sebenarnya dari kejahatan dan hal-hal yang dapat dianggap sebagai kejahatan. (Steven P. Lab, 2010: 26). Menurut National Crime Prevention Institute (NCPI), pencegahan kejahatan melalui pengurangan kesempatan kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi, pengakuan, dan penilaian terhadap resiko kejahatan, dan penginisiasian beberapa tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan itu, yang dilakukan dengan pendekatan praktis dan biaya efektif untuk pengurangan dan penahanan kegiatan kriminal (NCPI, 2001: xv).

Jenis Kejahatan

Jenis dan bentuk kejahatan selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat. Pola dan modus kejahatan juga kian berkembang sebagai dampak kemajuan teknologi. Kompleksitas gangguan keamanan saat ini tidak lagi bersifat konvensional, namun telah berkembang dalam bentuk-bentuk kejahatan lintas negara (Transnational Crimes), seperti pembajakan (Piracy), kejahatan pencucian uang (Money Laundering), perdagangan gelap narkotika dan senjata (Illicit Drugs and Arm), perdagangan manusia (Trafficking-in Persons), penyelundupan barang (Smuggling), kejahatan mayantara (Cyber Crime), illegal logging, illegal mining, illegal fishing hingga berkembangnya jaringan terorisme internasional.

Dampak dinamika perkembangan lingkungan strategik (Lingstra) dewasa ini, ragam, pola, bentuk dan modus kejahatan terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Kondisi ini tentunya berimplikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab Polri sebagai penyelenggara negara di bidang keamanan dalam negeri (kamdagri). Untuk itu, Polri membagi kejahatan ke dalam 4 (empat) golongan / jenis yaitu :

  1. Kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian dll; 
  2. Kejahatan transnasional yaitu terorisme, illicit drugs trafficking, trafficking in persons, money loundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime dan international economic crime; 
  3. Kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, penyelundupan barang, penggelapan pajak, penyelundupan BBM; dan 
  4. Kejahatan yang berimplikasi kontijensi adalah SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal, unjuk rasa anarkis, dan lain-lain (Renstra Polri 2010-2014).

Pencegahan Kejahatan (Crime Prevention)

Menyadari tingginya tingkat seriusitas dari kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan pada hakikatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha pencegahan dan penanggulangan kejahatan tersebut. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan, sebagai salah satu aspek kajian kriminologi tersebut, dapat terwujud secara formal sebagai sistem peradilan pidana, namun juga dapat terwujud secara informal, antara lain sebagai usaha-usaha pencegahan kejahatan secara swakarsa oleh masyarakat. Kedua bentuk reaksi tersebut, baik formal maupun informal merupakan perwujudan dari usaha pengamanan masyarakat.

Walaupun pencegahan kejahatan telah lama dianggap sebagai salah satu tujuan utama dari politik kriminal, ia tetap sebagai suatu batasan konsep yang tidak jelas. Sifat atau tujuan tradisional dari sistem peradilan pidana dan unsur-unsurnya, seperti penjeraan individual dan penjeraan umum, pengamanan dan rehabilitasi, adalah tindak represif primer dan sangat terkait dengan pencegahan terhadap pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan setelah pelanggaran atau kejahatan tersebut telah terjadi. Konsep yang berbeda tentang pencegahan kejahatan membawa pengertian bahwa bagaimanapun juga usaha pencegahan kejahatan haruslah mencakup pula pertimbangan-pertimbangan yang bertujuan untuk mencegah kejahatan sebelum suatu pelanggaran atau kejahatan itu benar-benar muncul.

1. Batasan Dan Klasifikasi Pencegahan Kejahatan

Para pakar kriminologi mengartikan pengamanan masyarakat (Social Defence) sebagai pengamanan masyarakat dan merupakan usaha secara legal untuk melindungi masyarakat dari gangguan kejahatan, yang diwujudkan dengan melakukan hukuman terhadap pelanggar hukum, atau disebut juga sebagai penal policy.

Marc Ancel, menegaskan bahwa dalam menjelaskan social defence tidaklah mudah karena ada bermacam pengertian, bahkan sering kali berbeda dan bertentangan. Namun yang terpenting menurut Marc Ancel, setiap usaha penjelasan mengandung konsep dasar yaitu perlindungan terhadap masyarakat.

Lebih jauh lagi, Marc Ancel mengatakan bahwa social defence atau pengamanan masyarakat merupakan perlindungan terhadap masyarakat dari gangguan kejahatan dan harus diwujudkan dengan penindakan secara mantap terhadap kejahatan tersebut. Dari pengertian tersebut tersirat suatu makna bahwa terdapat kebutuhan yang utama mengenai terselenggaranya keamanan masyarakat, yaitu terwujud dalam pentingnya penindakan yang tegas terhadap pelanggar hukum melalui pemberian pidana. (Barda Nawawi Arief, 1998 : 11).

Sehubungan dengan hal di atas, perlu kiranya ditekankan makna perlindungan masyarakat seperti pernah ditegaskan dalam seminar Kriminologi ke-3, 1976, bahwa: “Hukum Pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk “Social Defence” dalam arti, melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (Rehabilitasi) si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan kepentingan perorangan / pembuat dan masyarakat”. (Barda Nawawi Arief, 1998:11-12).

Penegasan makna perlindungan masyarakat (dengan penegakan hukum pidana) seperti dikemukakan di atas sangatlah perlu agar pengertian perlindungan masyarakat dari kejahatan tidak dilihat dari aspek formalnya saja, yaitu sekedar bertujuan menekan atau mengurangi jumlah kuantitas / frekuensi kejahatan tetapi, tetapi harus pula mengutamakan aspek material atau aspek kualitasnya. (Barda Nawawi Arief, 1998:12).

Secara langsung atau tidak langsung tindak pengamanan masyarakat, menurut konsep tersebut, akan membuka peluang terjadinya pengabaian hak-hak asasi manusia khususnya bagi pelanggar hukum. Hal ini dimungkinkan karena tindak pengamanan masyarakat yang demikian terlalu memfokuskan diri pada masalah penghukuman. Kecenderungan yang sangat ekstrim kemudian digambarkan dalam pameo sebagai berikut : “Demi perlindungan masyarakat maka setiap langkah represif bagi pelanggar hukum yang bagaimanapun tetap akan dibenarkan”.

Untuk menghindari dampak negatif yang mungkin saja muncul sehubungan dengan konsep pengamanan yang demikian maka Marc Ancel mencoba memberi batasan pengertian konsep social defence lebih khusus. Menurut Marc Ancel pengamanan masyarakat seyogyanya tidak semata-mata terfokus pada pelaku kejahatan tetapi juga pada kecenderungan kebijakan praktis yang terorganisir dengan baik, sehingga dapat mengendalikan kejahatan. Lebih jelas lagi, Marc Ancel menyajikan butir-butir penjabaran tentang konsep social defence sebagai berikut :

  1. Bahwa pengamanan masyarakat yang diartikan sebagai cara penanggulangan kejahatan harus dipahami sebagai suatu sistem yang tujuannya tidak semata-mata menghukum atau menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran hukum, tetapi pada perlindungan hak masyarakat dari gangguan apapun bentuknya, termasuk kejahatan.
  2. Pengamanan masyarakat dimaksudkan untuk mewujudkan perlindungan masyarakat secara nyata melalui berbagai macam langkah diluar hukum pidana. Usaha ini lebih bertujuan untuk menetralisir pelanggaran di dalam masyarakat dan cenderung untuk menghindari peran hukum pidana.
  3. Pengamanan masyarakat mengarah pada memajukan
kebijakan penghukuman yang lebih mementingkan kepentingan individu daripada masyarakat dalam bentuk pencegahan kejahatan. Oleh karenanya usaha pengamanan masyarakat harus dikaitkan dengan pembinaan pelanggar hukum, sehingga kebijakan penghukuman harus diarahkan secara sistematis pada pemasyarakatan.
  1. Keterkaitan dengan proses pemasyarakatan hanya akan dapat dijalankan apabila ditingkatkannya sifat kemanusiaan pada hukum pidana. Berkaitan dengan perlunya sifat kemanusiaan dalam hukum pidana, maka sebagian besar hukum pidana di dunia masih mencerminkan kepentingan umum dan terlalu mengabaikan kepentingan hukum.
  2. Hukum pidana yang bersifat kemanusiaan dan hukum acara pidana yang berhubungan dengannya bukan semata-mata hasil dari gerakan sentimental emosional manusia, tetapi juga perlu pemahaman ilmiah tentang kejahatan dan pelaku sebagai pribadi. (I Ketut Sudjana, 1994:6).

Dalam perkembangannya, pengamanan masyarakat yang pada awalnya terkesan sebagai suatu usaha pemberian perlindungan dari pemerintah kepada masyarakatnya terhadap kemungkinan gangguan kejahatan, sehingga masyarakat itu sendiri terkesan pasif, berkembang pada usaha keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam mempertahankan diri dari kemungkinan gangguan kejahatan.

Pendekatan pengamanan masyarakat yang kemudian ini sangatlah senada dan sejalan dengan konsep pencegahan kejahatan yang juga mengalami perkembangan. Seperti kita ketahui, pencegahan kejahatan merupakan usaha yang terkoordinir yang bertujuan untuk mencegah agar tingkah laku kriminal tidak benar-benar muncul, atau merupakan usaha untuk menekan tingkat kejahatan sampai pada tingkat minimal (yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat) sehingga dapat menghindari intervensi polisi.

Pengertian pencegahan kejahatan sebagai usaha untuk menekan tingkat kejahatan sampai pada tingkat yang minimal sehingga dapat menghindari intervensi polisi, sebenarnya mengandung makna bahwa sebenarnya terdapat kesadaran tentang kejahatan sebagai suatu hal yang tidak pernah dapat dihilangkan dan adanya keterbatasan polisi, baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga perlu melibatkan masyarakat banyak untuk tujuan pencegahan kejahatan tersebut.

2. Pembagian Strategi Pencegahan Kejahatan

Mengikuti pendapat Brantingham dan Faust, Kaiser kemudian menganjurkan pembagian strategi pencegahan yang utama ke dalam tiga kelompok berdasarkan pada model pencegahan kesehatan umum, yaitu:

  1. Pencegahan Primer
  2. Pencegahan primer ditetapkan sebagai strategi pencegahan kejahatan melalui bidang sosial, ekonomi dan bidang-bidang lain dari kebijakan umum, khususnya sebagai usaha untuk mempengaruhi situasi-situasi kriminogenik dan sebab-sebab dasar dari kejahatan. Target utama dari pencegahan primer adalah masyarakat umum secara keseluruhan.

  3. Pencegahan Sekunder
  4. Hal yang mendasar dari pencegahan sekunder dapat ditemui dalam kebijakan peradilan pidana dan pelaksanaannya. Dapat ditambahkan bahwa pencegahan umum dan pencegahan khusus meliputi identifikasi dini dari kondisi-kondisi kriminogenik dan pemberian pengaruh pada kondisi-kondisi tersebut. Target dari pencegahan sekunder adalah orang-orang yang sangat mungkin untuk melakukan pelanggaran.

  5. Pencegahan Tertier
  6. Pencegahan tertier sangat memberikan perhatian pada pencegahan terhadap residivisme melalui peran polisi dan agen-agen lain dalam sistem peradilan pidana. Segala tindakan dari pencegahan tertier ini dengan demikian berkisar dari sanksi-sanksi peradilan informal dan kondisi bayar hutang bagi korban atau juga sebagai perbaikan pelanggar serta hukuman penjara. Oleh karena batasan-batasan dari sanksi yang dalam periode terakhir ini berorientasi pada pembinaan, maka pencegahan tertier juga sering kali mengurangi tindakan-tindakan yang represif. Target utama dari pencegahan tertier adalah orang-orang yang telah melanggar hukum.(I Ketut Sudjana, 1994:7).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
  1. Batasan dan klasifikasi pencegahan kejahatan dalam usaha pengamanan masyarakat bukan saja sebatas usaha untuk mengurangi kejahatan dan memberi perlindungan dari ancaman kejahatan, tetapi mencakup pula proses dari suatu usaha untuk menganalisis, mengenal dan memahami ancaman kejahatan tersebut. Selain itu juga merupakan perwujudan dan gerakan yang melibatkan segala aspek kehidupan masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan.
  2. Pembagian strategi pencegahan kejahatan dalam mencapai tujuannya sebagai pengamanan masyarakat mempunyai penataan sistem, yaitu : 
    • Dengan pendekatan terpadu atau yang disebut sebagai metoda. 
    • Hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang keduanya merupakan subyek dari segala aktivitas pengamanan masyarakat. 
    • Situasi aman sebagai obyek pengamanan masyarakat.